MOJOK.CO – Indonesia akan dikenal sebagai negara yang mengorbankan Raja Ampat, surga Amazon laut Papua, demi sepotong logam bernama nikel.
Saat dunia berlomba-lomba mengadopsi kendaraan listrik demi masa depan yang lebih hijau, ternyata harga dari mimpi itu mungkin terlalu tinggi. Terutama saat mimpi manis itu mengancam salah satu wilayah perlindungan lingkungan terakhir Indonesia: Raja Ampat.
Raja Ampat, sebuah gugusan kepulauan di Papua Barat Daya, telah lama dikenal sebagai surga biodiversitas laut dunia. Perairannya adalah rumah bagi sekitar 75% spesies karang dunia dan lebih dari 2.500 spesies ikan.
Daratannya pun tak kalah kaya, dengan ratusan spesies mamalia dan burung yang tak ditemukan di tempat lain. UNESCO sudah menetapkan kawasan ini sebagai global geopark, menegaskan nilai ekologisnya yang luar biasa.
Namun, surga ini sedang berada dalam ancaman serius di balik geliat pertumbuhan industri nikel yang menggiurkan. Jadi, nikel adalah bahan baku utama baterai kendaraan listrik yang menjadi simbol revolusi energi hijau.
Raja Ampat menghadapi risiko kerusakan lingkungan yang sangat besar. Ekspansi tambang nikel di pulau-pulau kecil seperti Gag, Kawe, dan Manuran telah membabat lebih dari 500 hektare hutan alami. Tak hanya itu, limpasan tanah akibat pembabatan hutan mengakibatkan sedimentasi di pesisir yang berpotensi menghancurkan ekosistem karang yang begitu rapuh.
Suara dari timur untuk Raja Ampat dan Indonesia
Pada 3 Juni 2025, Greenpeace Indonesia bersama empat anak muda Papua dari Raja Ampat menggelar aksi damai di Indonesia Critical Minerals Conference di Jakarta. Mereka membentangkan spanduk bertuliskan “What’s the True Cost of Your Nickel?” dan “Save Raja Ampat from Nickel Mining.”
Pesan mereka jelas. Jangan sampai keuntungan ekonomi jangka pendek menghancurkan surga biodiversitas dan merampas hak hidup masyarakat adat.
Ironisnya, izin-izin tambang ini dikeluarkan meski pulau-pulau tersebut dilindungi oleh Undang-Undang No.1 Tahun 2014 tentang “Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil” yang seharusnya melarang eksploitasi tambang di kawasan tersebut. Ketidakkonsistenan antara kebijakan perlindungan dan praktik industri menjadi gambaran nyata lemahnya pengawasan dan penegakan hukum lingkungan di Indonesia.
Baca halaman selanjutnya: Surga terakhir yang terancam hancur.