Ngomongin kuliner asal Kudus, soto kudus atau sate kerbau mungkin ada dalam urutan pertama yang muncul dalam ingatan di kepala. Kemudian ada nasi pindang, lentog tanjung, dan jenang kudus. Tongseng Enthog Pak Badi, bisa jadi adalah kuliner tersembunyi di Kudus yang nggak boleh dikesampingkan.
***
Sebuah pesan singkat datang dari Kepala Suku Mojok, Puthut EA, saat saya dan teman-tema tengah dalam perjalanan ke Kudus. Ia meminta saya menulis satu kuliner khas Kudus. Pesannya, jangan menulis sate kerbau, itu sudah sangat biasa. Ia meminta saya menulis rica-rica mentok. Mentok, entok, enthog, merujuk pada jenis unggas yang sama. Hanya tiap daerah punya penamaan sendiri.
Pada kunjungan kerja ke Kudus ini sebenarnya saya mengincar satu kuliner Kudus yang juga jarang disebut, semur kutuk. Ini kuliner yang bahan utamanya ikan gabus. Beberapa kali ke kota ini, menu ini selalu terlewat karena lokasinya yang agak jauh dari pusat kota.
“Saranku, ke Tongseng Enthog Pak Badi, jelas enak,” di tengah kebingungan kami menentukan tempat makan, Mas Irul, sopir kami menyebut nama sebuah warung. Memang bukan rica-rica mentok seperti yang Mas Puthut mau, tapi ia menjamin bahwa tongseng enthog yang ia rekomendasikan nggak akan mengecewakan.
Tongseng Enthog Pak Badi yang tersembunyi, habis dalam 5 jam
Rica-rica mentok sudah sering saya makan. Setiap ke Kutoarjo, sebuah kota kecamatan di Kabupaten Purworejo, rica-rica entok di alun-alun selalu jadi jujugan saya. Di Yogyakarta bagian utara, Entok Slenget Kang Tanir jadi tujuan, sedangkan Rica Mentok Supermen di Jalan HOS Cokroaminoto, Kota Jogja kadang jadi hampiran saya ketika melintas di jalan tersebut tengah malam.
Saya termasuk orang yang percaya, kalau mau tahu tempat kuliner enak di sebuah kota, tanya saja sama sopir. Apalagi sopir itu punya pengalaman lintas kota. Meski rekomendasi dari Mas Irul cukup meyakinkan, tapi tetap saja saya ada sedikit keraguan setelah tidak menemukan banyak ulasan tentang warung ini.
Namun, lagi-lagi Mas Irul meyakinkan, Tongseng Enthog Pak Badi meski lokasinya mblusuk dan tergolong hidden gem, olahan mentok-nya enak. Karena tempatnya yang hidden itu juga membuat Mas Irul lupa-lupa ingat dengan lokasinya.
Setelah sempat kebablasan, kami akhirnya berhenti di depan sebuah gang gapura bertuliskan “Musholla Khoirul Muttaqin”. Di sampingnya ada satu plang kecil bertuliskan Enthog Pak Badi.
Setelah berjalan sekitar 5 menit, kami sampai di warung. Waktu saat itu menunjukkan pukul 13.30. Rupanya kami jadi rombongan yang beruntung karena pesanan kami adalah pesanan terakhir sebelum warung ini kehabisan menu.
“Ini sebenarnya sudah mau habis, cuma karena kami menunggu pelanggan yang sudah pesan jadi belum tutup,” kata salah seorang pelayan saat kami ingin menambah pesanan.
“Paling jam dua sudah habis,” kata Endro Waluyo (33). Rupanya dia adalah penerus dari warung Tongseng Enthog Pak Badi.

Tongseng Enthog Pak Badi Kudus terenak di Pantura
Tak lama setelah kami datang, rombongan yang ditunggu-tunggu Endro akhirnya tiba. Dari seragam dan obrolan, kelihatannya mereka guru-guru yang pulang mengajar.
Kami berlima kemudian memesan dua porsi enthog goreng, empat tongseng enthog, dan satu enthog bumbu sate.
Kami yang sudah kelaparan, dan cuaca yang cukup panas segera mengganyang mentok yang kami pesan. Kuahnya agak bening, meningatkan saya pada Soto Kadipiro. Selain daging enthog, satu mangkuk tongseng berisi kubis, tomat, daun bawang. Pedas merica dan cabe jadi satu. Kalau masih kurang pedas, ada sambel terpisah yang disediakan.
“Di tengah gempuran masakan Kudus sing cenderung manis, tongseng ini semacam oase, ada rasa gurihnya pedas, aroma rempahnya juga, mantap,” kata Aly, wartawan Mojok mengomentari tongseng enthog yang ia makan.
Aly menambahkan, kuah tongseng yang ia sruput bukan hanya memunculkan rasa gurih, tapi juga membuat hangat tenggorokan dan tubuh. Tak heran ia banjir keringat. “Ini daging enthognya empuk, terutama tongsengnya, ini adalah olahan enthog panturanan terenak yang yang aku coba,” kata Aly, wartawan yang asli Rembang ini yakin.
Empuk dan gurih, enthog gorengnya jadi idola

Enthog bumbu sate tak kalah membuat penasaran kami. Potongan daging bebek yang sudah digoreng, disiram bumbu sate seperti kecap, potongan bawang merah, potongan cabe, dan taburan merica bubuk di atasnya.
Namun, selain tongseng enthog yang enak, kami sepakat enthog gorengnya adalah menu yang nggak boleh dilewatkan. Dina dan Kenia, dua karyawan Mojok yang ikut serta sepakat bahwa enthog gorengnya juara. “Gurih, empuk, terus meski digoreng tapi nggak berminyak,” katanya.
Saya juga ketagihan dengan enthog gorengnya. Sayangnya, saat kami akan menambah menu tersebut, ternyata sudah habis. Sungguh kecewa. Saya sempat ngintip dapur dan melihat beberapa karyawan sedang menyiapkan potongan daging bebek.
“Itu untuk persiapan, besok, Mas,” kata Endro memberi penjelasan. Saya juga melihat tungku dengan kayu bakar di bagian luar warung. Rupanya ini rahasia kenapa daging enthog di sini sangat empuk.
“Mulai rebus jam 3 pagi, proses merebusnya sekitar 3 jam. Setelah itu persiapan lainnya, sampai kemudian buka. Jam 14.00 biasanya habis, kadang sebelum itu habis.
Enthog warisan bapak dan jadi modal touring sang anak
Kami kemudian duduk dan ngobrol tentang tongseng enthog warisan ayahnya yang ia kelola. Ia membenarkan, di Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus dari dulu memang terkenal menu rica-rica enthog-nya. Yang ia tahu, sebelumnya tidak ada yang menyajikan mentok dalam bentuk tongseng.

“Almarhum, bapak itu dulu awalnya jualan angkringan, ya nasi kucing, gorengan, wedang jahe. Baru tahun 2005, bapak mulai jualan tongseng enthog,” katanya. Ia juga tidak tahu persis, apa alasan ayahnya tidak menjual rica-rica enthog seperti kebanyakan warung lain.
Ide jualan yang beda ini nggak langsung ramai, baru di tahun 2009, warung ayahnya jadi terkenal. Ia tidak ingat persis, ramainya karena apa, tapi ia ingat tahun itu, warung ayahnya ramai. Ia yang saat itu masih duduk di SMK, kadang ikut membantu ayahnya di warung.
“Tiap minggu gajian, saya pakai untuk modal touring,” kata anak bungsu dari dua bersaudara terbahak.
Selepas lulus pada 2010, Endro tidak punya keinginan bekerja di luar kota seperti kakak sulungnya. Ia sudah telanjur nyaman di Kudus. Endro juga masih asyik dengan hobinya touring motor ke berbagai daerah.
Karena setiap saat membantu ayahnya di warung, lulusan SMK Jurusan Mesin Industri ini kemudian tahu soal seluk belum tongseng enthog. Ia kemudian meneruskan warung tersebut, ketika ayahnya meninggal beberapa tahun silam.

Kami cukup beruntung menikmati Warung Tongseng Enthog Pak Badi, sehari sebelum tutup karena memasuki bulan Ramadan. Warung ini libur cukup panjang hingga kembali buka selama selepas Lebaran Ketupat, sebuah tradisi di Kudus yang berlangsung sekitar sepekan setelah Idul Fitri.
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Muchamad Aly Reza