Sarung Atlas menjadi merek sarung yang memenuhi lemari narasumber Mojok, sedari SD hingga kini dewasa. Tidak hanya persoalan kenyamanan, sarung produksi PT Behaestex dengan label “halal” tersebut menyimpan kasih sayang ibu sepanjang masa.
Kenangan belajar pakai sarung dengan Sarung Atlas
Zikrul (26) masih ingat betul, dia pertama kali belajar mengenakan sarung sejak kelas 4 SD. Bersamaan dengan masuknya Zikrul ke madrasah di desanya di Rembang, Jawa Tengah. Karena aturan madrasah: para murid harus mengenakan sarung tiap mengaji.
Jauh-jauh hari sebelumnya, ibu Zikrul mengajaknya ke Lasem, sebuah kecamatan di Rembang yang dikenal sebagai “Kota Santri” lantaran menjadi lokasi pesantren tertua di Rembang (Al Hidayah milik KH. Ma’shum Ahmad) sekaligus tempat berdirinya banyak pesantren.
“Ibu ngajak ke toko baju langganannya. Lalu beliin Sarung Atlas,” ungkap Zikrul, Sabtu (19/4/2025).
Zikrul ingat betul betapa antusiasnya sang ibu memilihkan sarung untuknya. Memilah-milah model demi model yang pas untuk anak usia SD.
Di rumah, Zikrul lantas belajar mengenakan sarung tersebut. Ibunya dengan telaten mengajarinya dari melipat ke samping, lalu menggulung ke bawah agar tampak rapi dan tidak gampang melorot.
“Ibu ngajarinya lipat tiga sebelum digulung. Kalau sudah jadi, kelihatan bentuknya dari depan tiga lipat. Itu lebih rapi kalau kata ibu,” ungkap Zikrul.
Dan memang hal itu Zikrul amini di kemudian hari. Sampai sekarang dia masih suka menggunakan pola lipat tiga tiap mengenakan sarung. Kain Sarung Atlas yang tidak terlalu licin memungkinkan pola tiga lipat terbentuk ideal.
Sarung Atlas di mata ibu: cakep untuk segala usia
Tidak semua sarung di lemari Zikrul adalah Sarung Atlas. Ada merek-merek yang lain.
Sarung merek lain biasanya dibeli secara spontan. Misalnya ada sarung yang kekecilan, maka ibunya akan membelikan sarung dengan merek sembarang.
Di momen-momen tertentu dan penting lah, sang ibu akan membelikan Sarung Atlas untuk Zikrul. Misalnya, saat lebaran atau ketika Zikrul sunatan.
“Termasuk lebaran April 2025 lalu. Sampai segede ini, saat aku sudah bisa kerja dan beli sarung sendiri, ibu masih suka membelikan sarung Atlas,” tutur Zikrul.
Karena bagi ibunya, Sarung Atlas itu sarung bagus untuk ukuran orang desa. Dan masih bagi orang desa, membeli barang bagus memang harus menunggu momen khusus.
“Ibu nggak bosen sama modelnya Atlas. Motifnya bisa menyesuaikan usia. Anak-anak ada sendiri, dewasa sendiri. Modelnya kayak pas aja buat segala umur. Nggak model kuno. Jadi cakep.” Begitu penjelasan sang ibu yang coba Zikrul tirukan.
Zikrul tidak menyangkalnya sama sekali. Motif-motif yang sarung tenun itu tawarkan terlihat eye catching. Bahannya pun tidak terlalu kasar untuk ukuran sarung berharga merakyat itu.
Bekal masuk pesantren
Sarung Atlas juga melekat pada kehidupan Kholis (30), seorang santri asal Rembang, Jawa Tengah.
Berbeda dengan Zikrul, kholis tidak dikenalkan produk Behaestex tersebut sedari kecil. Ibunya lebih sering membelikannya merek-merek lain.
Hingga akhirnya, lulus SMP pada 2010, Kholi dikirim ke sebuah pesantren di Sarang untuk memperdalam kitab kuning.
“Tanpa aku tahu, ibu-bapak masukin beberapa lembar Sarung Atlas di dalam tas,” kata Kholis.
“Kata ibu, biar kelihatan cakep aja pakai sarung bagus,” imbuhnya.
Sejak nyantri itu pula, Kholis merasa cocok dengan Sarung Atlas. Harga tidak terlalu mahal, tapi sudah dapat sarung dengan motif bagus dan nyaman.
Di pesantrennya, jarang ada santri yang mengenakan Sarung Atlas. Alhasil, dugaan Kholis, karena motif bagus Atlas tersebut, beberapa oknum santri pun mengincarnya. Beberapa kali Kholis dan teman sekamarnya pengguna Sarung Atlas kehilangan sarung tersebut di jemuran.
Hadiah pernikahan
Keterikatan Kholis pada Sarung Atlas tidak berhenti selama di pesantren. Ketika menikah pada Agustus 2021, Sarung Atlas menjadi hadiah yang diberikan oleh ibu dan beberapa sanak saudaranya.
“Aku ada banyak Sarung Atlas di lemari. Akhirnya kalau lebaran jarang beli-beli baru karena sarung yang lama masih bagus,” kata Kholis.
Meski sudah bertahun-tahun, warna yang memudar dari sarungnya terbilang tipis. Tidak memudar yang sampai membuatnya terlihat sudah lawas.
Selain itu, bagian bawah sarungnya juga tidak gampang brodoli seperti sarung-sarung dengan model kain licin.
“Aku pun akhirnya kalau ada teman nikah atau ponakan sunatan, ngadonya pakai Sarung Atlas. Nggak mahal-mahal banget, tapi udah dapet bagus dan awet. Jadi kayak pantes buat jdi kado,” sambungnya.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Perang Sarung Kini Jadi Tindakan Kriminal, Apa Sih yang Sebenarnya Para Remaja Ini Perlukan? atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan