Meski saya adalah salah satu dari banyak manusia yang dianggap sebagai pembenci Jogja, kenyataannya justru sebaliknya. Saya justru amat cinta dengan Kota Istimewa. Rasa cinta itulah yang buat saya tidak mau kota ini salah arah dengan tetap memberi kritik yang tegas dan pedas.
Jogja (baca:DIY) adalah tempat saya lahir, besar, dan tinggal hingga akhir hayat nanti. Jadi memang secara default, saya akan menganggap kota ini istimewa. Jogja Istimewa memang hal yang masih bikin saya mengerutkan dahi, tapi, secara umum, saya mengamini. Meski dengan catatan di sana-sini.
Nah, pertanyaannya, apakah kalian juga menganggap Jogja Istimewa?
Anda ragu kalau Jogja masih istimewa? Anda menemukan tempat yang tepat. Saya akan tunjukan alasan kenapa daerah istimewa ini benar-benar istimewa. Tidak hanya 5 apalagi 10. Tapi 20 alasan kenapa Jogja tetap dan selalu istimewa!
Daftar Isi
- Jogja masih menyimpan romantisnya
- Gunung dan laut lengkap di Jogja, siap dikunjungi dan dieksploitasi
- Setiap sudut Jogja kaya akan seni yang sering jadi komoditi
- Penuh komunitas kreatif dan kritis, serta masalah ruwetnya
- Jogja Istimewa, apa-apa masih murah (syarat dan ketentuan berlaku)
- Jogja Istimewa, penuh kuliner nusantara, sampai kuliner khas Jogja jadi ambigu
- Warga Jogja tetap ramah dan menyenangkan, kecuali warga grup itu
- Meskipun semrawut, jalanannya masih melegakan
- Punya properti di Jogja membuatmu jadi sultan!
- Angkringan masih memanjakanmu, dari fancy sampai semenjana
Jogja masih menyimpan romantisnya
Silahkan kota lain berebut klaim sebagai yang paling romantis. Tapi Jogja tetaplah jadi yang paling romantis dari setiap kota. Kombinasi kota yang lambat, muda-mudi yang berkarya, dan seni yang kaya. Disempurnakan dengan budaya dan sejarah yang membuat kota lain iri.
Memang, romantisnya Jogja ini bukan milik semua orang. Namun pada titik muak paling muak pada Jogja, ia masih memelukmu dengan senyum. Meskipun kemiskinan dan bau sampah menghantui hidupmu, Jogja masih membuaimu untuk tetap tersenyum. Senyum pahit menatap dunia.
Gunung dan laut lengkap di Jogja, siap dikunjungi dan dieksploitasi
Keistimewaan alam juga dimiliki Jogja. Dipisahkan jarak 50 Km, ada Gunung Merapi dan Laut Selatan. Keduanya eksotis dan menyimpan kekuatan magis yang khas. Anda bisa pagi-pagi menikmati kopi hangat di pegunungan, lalu menyongsong sunset di tepi pantai. Kurang istimewa apa daerah yang dipenuhi kecantikan alam ini?
Keindahan alam yang (dulu) lestari ini tidak hanya menarik minat manusia. Tapi juga uang. Eksploitasi alam atas dasar pariwisata makin nyata. Dibarengi dengan ide bodoh seperti, “Jogja rasa Ubud.” Coba bikin objek wisata bertema, “Jogja rasa Sejahtera.” Pasti laku meskipun hanya gimmick.
Setiap sudut Jogja kaya akan seni yang sering jadi komoditi
Urusan ini tidak perlu diperdebatkan. Mungkin hanya Bali yang boleh menantang Jogja urusan kekayaan seni yang lestari. Bukan merendahkan daerah lain, tapi Jogja memang seperti panggung rakyat raksasa. Dari seni musik, rupa, tari, sampai instalasi di setiap sudut kota selalu memanjakan imajinasi.
Komoditi satu ini memang dagangan utama pariwisata Jogja. Jadi harap maklum dengan kapitalisasi seni. Belum lagi seni organik masyarakat yang tergusur. Baik karena kurang modal maupun tergusur oleh pembangunan.
Penuh komunitas kreatif dan kritis, serta masalah ruwetnya
Sebagai pusat pendidikan Indonesia, Jogja dipenuhi muda-mudi haus ilmu dan aktualisasi diri. Rasa haus ini diejawantahkan dengan berbagai komunitas. Dari sastra, musik, teater, sampai kritik dan aktivisme.
Tapi jangan kaget jika sering menemukan komunitas bermasalah. Dari urusan keuangan sampai kekerasan seksual. Selalu ada kepentingan jahat dari oportunis di dalam komunitas. Ketika banyak komunitas, kasusnya juga mengikuti kuantitasnya.
Jogja Istimewa, apa-apa masih murah (syarat dan ketentuan berlaku)
Ini salah satu kampanye yang lestari digaungkan: Jogja itu serba murah! Ada soto 5 ribuan yang cocok untuk sarapan. Nasi rames 10 ribuan sudah kaya akan lauk. Belum lagi mitos-mitos murah lainnya, kecuali tanah.
Tapi Jogja akan murah dengan syarat dan ketentuan. Misal, Anda wisatawan yang siap eksplorasi dan membakar uang. Atau mahasiswa dengan uang saku 3x UMR Jogja. Kalau Anda warga lokal dengan upah semenjana, Jogja terasa biasa saja. Atau malah sedikit mahal.
Jogja Istimewa, penuh kuliner nusantara, sampai kuliner khas Jogja jadi ambigu
Menurut saya, Jogja adalah meeting point berbagai budaya, termasuk kuliner. Anda bisa menemukan kuliner nusantara di setiap sudut Jogja. Dari Mie Aceh sampai Papeda, dari Soto Banjar sampai Saksang. Bahkan kuliner kontemporer dan hasil kawin silang berbagai budaya juga lahir di Jogja.
Sialnya, tidak ada kuliner Jogja yang khas dan merajai. Paling banter hanya gudeg. Itu saja tidak semua orang cocok dengan lauk manis ini. Belum lagi asal tabrak “khas Jogja” oleh industri oleh-oleh. Dari bolu kukus berkedok bakpia sampai cake yang entah bagian mana Jogja-nya.
Warga Jogja tetap ramah dan menyenangkan, kecuali warga grup itu
Di Jogja, senyum salam sapa bukan milik minimarket atau SPBU saja, tapi di setiap rona wajah warga Jogja. Tidak peduli Anda siapa, 3S akan dilemparkan banyak orang. Bahkan virus positif ini subur di banyak pendatang. Pulang dari Jogja, langsung full senyum dan ramah luar biasa.
Tapi tidak perlu cek media sosial, khususnya salah satu grup Facebook yang itu. Isinya kalau bukan tanya KTP, mengusir orang yang dipandang “tidak dibutuhkan Jogja.” Misal mereka yang mengeluh, mengkritik, atau berkomentar negatif tentang Jogja.
Meskipun semrawut, jalanannya masih melegakan
Banyak wisatawan yang rindu jalanan Jogja. Selain karena nuansa romantis, juga karena tidak sepadat kota besar lain. Tidak ada macet berjam-jam sampai belasan kilometer. Tidak ada saling sikut berebut jalan dengan iringan klakson yang merebus darah.
Memang sih, Jogja belum sepadat itu. Meskipun semrawutnya jalanan Jogja juga sudah kelewatan. Dari parkir liar sampai jeglongan sewu. Setidaknya, Jogja masih nyaman dilewati mobil LCGC dengan kaki-kaki sekeras batu.
Punya properti di Jogja membuatmu jadi sultan!
Kalau kamu liburan di Jogja Istimewa, kamu akan bahagia. Kalau kamu sekolah di Jogja, kamu akan tercerahkan. Dan, kalau kamu punya properti di Jogja, berapa besar gajimu? Properti di Jogja kini tidak hanya jadi aset maupun tempat tinggal. Tapi juga simbol strata ekonomi kelas atas. Harganya saja bersaing dengan Jakarta dan Bali.
Harga yang tinggi ini jelas kelewat mimpi untuk dibeli warga lokal. Maka wajar saja ada kesan sultan ketika bisa beli properti bahkan paling sederhana. Bahkan ketika KPR sekalipun.
Angkringan masih memanjakanmu, dari fancy sampai semenjana
Jogja terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan. Sajak indah karya Swargi Joko Pinurbo ini masih nyata. Angkringan akan selalu menjadi tempat paling Jogja di Jogja (meskipun asalnya dari Klaten). Dari angkringan fancy ala café sampai angkringan orisinil seperti di film-film siap menyambutmu.
Tidak ada kritik bagi angkringan. Jogja tanpa angkringan bukan lagi Jogja! Meskipun perlu upgrading besar perkara racikan teh, angkringan di Jogja tetaplah istimewa.
Baca halaman selanjutnya
10 alasan mencintai Jogja, lagi