Guci adalah salah satu tempat wisata primadona di Tegal. Kawasan wisata yang berada di kaki Gunung Slamet itu memang punya udara sejuk khas daerah pegunangan. Sangat cocok untuk healing bagi orang-orang kota. Belum lagi keberadaan pemandian air hangat yang cocok untuk melepas penat dan pegal-pegal. Bahkan, kini bermunculan spot-spot Instagramable untuk memuaskan hasrat berfoto wisatawan.
Terlepas dari berbagai keunggulan yang ditawarkan Guci Tegal, sebaiknya wisatwan jangan pasang ekspektasi terlalu tinggi. Sebab, di balik sektor pariwisata Guci yang menggeliat, ada sisi gelap yang bikin kecewa.
Daftar Isi
Di Guci Tegal apa-apa serba bayar
Sudah jadi rahasia umum kalau wisata air hangat di Guci Tegal itu serba bayar. Tidak hanya masuk kawasan wisata dan parkir, kalau kalian ingin wisata jeep, kalian harus membayar lagi. Belum lagi kalau berniat mandi air hangat, kalian harus bayar lagi, baik yang dikelola swasta maupun pemerintah. Contohnya, Pancuran 13 milik pemerintah yang semula gratis kini ikut berbayar.
Sebagai pelancong, sebenarnya saya tidak masalah kalau sedikit-sedikit harus membayar. Dengan catatan, fasilitas yang didapatkan sepadan. Fasilitas yang dimaksud seperti ruang ganti, ruang bilas, hingga loker penitipan. Tidak terkecuali kebersihan, keamanan, dan keramahan penjaga harus terjamin. Persoalannya, sejauh ini, apa yang dibayarkan di Guci Tegal tidak sebanding dengan yang didapat.
Menyaksikan pipa saluran air yang semrawut
Sebelum kalian kaget dengan kenyataan ini, sebaiknya saya beri tahu dahulu. Kalau berwisata ke Guci Tegal, kalian harus siap melihat pemandangan alam yang indah bersanding dengan pipa-pipa yang semrawut. Pipa tersebut mengalirkan air dari sumber air panas Guci hingga ke pemandian dan hotel yang telah menjamur. Sangat disayangkan sebenarnya, pemandangan indah khas pegunungan itu harus ternodai dengan pipa-pipa yang seperti tidak diperhitungkan pembuatannya.
Siap mental menghadapi pedagang nakal
Layaknya tempat wisata pada umumnya, di kawasan Guci Tegal banyak sekali pedagang yang menjajakan makanan. Namanya juga di dataran tinggi, menu yang dijual tidak jauh-jauh dari sate kelinci, bakso, jagung bakar, dan berbagai macam makanan hangat lainnya. Pokoknya sangat menggodalah.
Hanya saja wisatawan perlu berhati-hati kalau jajan di sana. Banyak penjual nakal yang menjajakan makanannya dengan harga yang sangat tinggi daripada seharusnya. Misal, harga jagung bakar seharusnya Rp5.000 saja bisa dijual seharga Rp20.000 kepada wisatawan yang terlihat dari luar kota. Tidak hanya soal makanan, pedagang yang menjual pakaian dan pernak-pernik lain juga kerap mematok harga tinggi daripada seharusnya.
Praktik semacam ini sebenarnya bukan hal baru, sudah sejak lama mencoreng pariwisata di Indonesia, termasuk di Guci Tegal. Itu mengapa, pengunjung harus tetap waspada dan pandai tawar menawar ketika berbelanja. Selain itu, pemerintah setempat seharusnya melakukan penertiban terhadap pedagang-pedagang nggak amanah ini.
Di atas beberapa hal yang saya rasa perlu diketahui sebelum berwisata ke Guci Tegal. Bukannya ingin menakuti atau melarang berwisata ke sana, hanya saja saya tidak ingin kalian berharap ketinggian dan berujung kecewa hingga ogah balik ke sana. Guci memang tempat ikonik di Tegal, tapi kalian perlu berdamai dengan kekurangan-kekurangan di atas.
Penulis: Arief Nur Hidayat
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Alasan Orang Bondowoso seperti Saya Malas Berwisata ke Kawah Ijen
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.