Ada satu hal yang bikin hidup di Jepara itu terasa unik. Di sini kamu akan merasa seperti dilempar ke masa lalu. Tetapi bukan masa lalu yang menakutkan, bukan pula yang penuh drama, melainkan masa lalu yang adem, tenang, dan kadang membuatmu ingin diam saja di sana selamanya. Ya, tinggal di Jepara itu seperti disuruh syuting di film tahun 90-an, tapi kamu adalah aktor utamanya.
Nggak ada mall di Jepara, nggak ada bioskop juga. Jangan harap ada kafe fancy di sini yang menyajikan kopi pakai cangkir keramik tapi harganya bikin kamu mikir dua kali. Di sini, yang disebut “hiburan” ya alun-alun.
Sore hari, Alun-alun Jepara bisa ramai banget. Tapi ramainya masih bisa dinikmati, nggak bikin pusing. Orang-orang hanya nongkrong sambil makan jagung bakar, anak-anak main mobilan aki, bapak-bapak duduk selonjoran mengisap rokok filter, dan muda-mudi pacaran hemat beli cilok dua tusuk berdua.
Ajaibnya, nggak ada yang protes dengan kondisi Jepara yang seperti itu.
Nggak ada yang mempertanyakan, “Di mana bioskop terdekat?” karena semua sudah tahu jawabannya adalah Semarang. Dan dari Jepara ke Semarang itu kayak dari bumi ke planet lain: butuh doa restu dan niat yang bulat. Tapi anehnya, semua baik-baik saja.
Orang Jepara berdamai dengan keadaan
Awalnya saya juga bingung. Gimana mungkin sebuah kota bisa bertahan tanpa mall? Tanpa bioskop? Tanpa tempat healing ber-AC dengan lagu akustik dan promo buy 1 get 1?
Ternyata jawabannya sederhana. Karena orang Jepara sudah lama berdamai dengan hidup. Mereka sudah berdamai dengan keadaan.
Nggak ada mall? Ya sudah, bikin acara keluarga aja di pantai.
Nggak ada bioskop? Ya sudah, nonton dangdut panggung terbuka sambil ngunyah sempol juga bisa ketawa.
Nggak ada tempat karaoke keluarga? Lha wong tetangga juga nyetel organ tunggal tiap minggu.
Saya pernah tinggal di kota besar. Tempat di mana pagi-pagi orang sudah sibuk memikirkan ojek online, meeting Zoom, dan parkiran apartemen yang ribet. Waktu pindah ke Jepara, sejujurnya saya syok.
Di Jepara sinyal saja kadang susah. Jalanan sepi. Tempat nongkrong pun cuma warkop, itu pun kursinya plastik semua. Tetapi justru di situlah saya merasa hidup saya pelan-pelan dibenerin. Jepara mengajarkan kita untuk memahami kalau kita nggak harus punya banyak untuk dapat bahagia.
Kita nggak perlu scrolling menu resto di GoFood. Soalnya tukang bakso keliling di sini lebih jago promosi. Kita nggak perlu tempat gym mewah. Soalnya jalan kaki keliling sawah juga bisa bikin sehat batin. Kita juga nggak perlu update filter Instagram terbaru. Soalnya wajah asli warga Jepara sudah cukup glowing karena rajin nyangkul dan nggak banyak pikiran.
Lucunya, di tengah semua keterbatasan itu, orang Jepara tetap kelihatan bahagia.
Baca halaman selanjutnya: Waktu berjalan lebih pelan…