ADVERTISEMENT
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Luar Negeri

Hal-hal Unik yang Saya Jalani Saat Menjadi Ekspatriat di Arab Saudi

Lia Widyastuti oleh Lia Widyastuti
22 Agustus 2023
A A
Hal-hal Unik yang Saya Jalani Saat Menjadi Ekspatriat di Arab Saudi

Hal-hal Unik yang Saya Jalani Saat Menjadi Ekspatriat di Arab Saudi (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Saya pikir Brasil akan menjadi destinasi terakhir kami sebagai tempat tinggal waktu kami pindah ke sana pada 2019. Namun, tahun lalu, 2022, kami mendapat tawaran sebagai ekspatriat di Arab Saudi dan kami putuskan untuk mengambil kesempatan itu. Sejujurnya kami sempat ragu, mengingat bahwa kehidupan kami di Brasil sudah mulai tertata, baik secara adaptasi budaya maupun kehidupan sosial. Saya pun sudah mulai beradaptasi dengan makanan, sudah mulai menjalin pertemanan dengan orang lokal, dan pekerjaan saya sebagai pengajar bahasa Indonesia di KBRI Brasilia juga mulai berjalan lancar.

Namun, tawaran untuk menjadi ekspatriat di Arab Saudi lumayan menggiurkan, baik secara finansial dan fasilitas. Selain itu, jarak antara Indonesia ke Arab Saudi lebih dekat daripada Indonesia ke Brasil. Hal ini tentu akan memudahkan kami untuk mudik sewaktu-waktu. Pertimbangan utama lainnya adalah bahwa Arab Saudi adalah negara Islam, jadi Pak Suami berpikir bahwa ini akan memudahkan adaptasi kami sebagai sesama muslim. Akhirnya, kami sepakat melanjutkan petualangan sebagai ekspatriat di Kota Jubail, sebuah kota industri di Arab Saudi.

Lalu bagaimana kehidupan sebagai ekspatriat di Arab Saudi? Tinggal di Arab Saudi sebagai ekspatriat itu lumayan unik sih. Kami seperti hidup di masyarakat di dalam masyarakat. Artinya kami harus melakukan double penyesuaian.

Daftar Isi

  • Adaptasi selalu jadi kunci
  • Abaya (juga) adalah kunci
  • Minggu libur? Tidak di Arab Saudi
  • Perkumpulan ibu-ibu RT di Arab Saudi
  • Amerika begini, India begitu

Adaptasi selalu jadi kunci

Dulu waktu kami tinggal di Brasil yang notabene lingkungannya ya orang-orang Brasil, saya hanya perlu belajar dan beradaptasi dengan budaya Brasil saja. Sedangkan saat ini di Arab Saudi, kami harus beradaptasi tidak hanya dengan budaya Arab Saudi, tapi juga dengan budaya multinasional di lingkungan tempat tinggal kami. Mengingat bahwa ekspatriat biasanya diberi tempat tinggal di sebuah compound yang isinya semua orang asing dari berbagai macam negara dengan penjagaan ketat.

“Kenapa kok kita tidak dikasih perumahan yang tetanggaan sama orang Arab asli toh Pak?” Sempat saya bertanya kepada Pak Suami.

“Kurang tahu sih apa pertimbangan perusahaan dan pemerintah. Tapi sepertinya ini untuk menjamin keamanan saja. Soalnya dulu pernah pada tahun 2003 ada teror bom bunuh diri dia area perumahan yang menewaskan tidak hanya orang Arab tapi juga ekspatriat.”

“Oh, gitu.”

Abaya (juga) adalah kunci

Sebelum berangkat ke Saudi, saya harus kembali ke Indonesia dulu untuk mengurus beberapa dokumen. Pak Suami berpesan, ”Jangan lupa beli abaya.”

“Loh, memangnya pakai abaya itu mandatory kah? Bukannya sekarang Saudi sudah semakin terbuka? Kemarin ibuku pergi haji pakai gamis warna warni tidak apa-apa. Banyak yang kayak gitu. Waktu kita ke Dubai dan Bahrain yang juga negara muslim, saya juga pakai jeans dan blazer saja.”

“Sudahlah, pokoknya nanti kamu mendarat di bandara Damam harus pakai abaya warna hitam. Di sini itu bukan Jeddah atau Riyadh, meski banyak orang asing, tapi perempuan berjilbab biasanya pakai abaya warna hitam.”

Ya wes saya manut saja. Malah saya sangat bersyukur Pak Suami tetap menganut motto “di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung”. Dan ternyata memang benar, di kota tempat tinggal kami; mayoritas perempuannya memakai abaya, bahkan bercadar. Di mal, di taman, di restoran, di supermarket; semuanya memakai abaya. Meski ada juga beberapa yang tidak berhijab, tapi tetap pakai abaya.

Meski awalnya kalau jalan kaki saya suka kesrimpet abaya, jujurly sekarang saya malah menikmati pakai abaya. Entah ini perasaan saya saja atau memang benar adanya, saat memakai abaya di tempat umum, saya merasa tidak ada lagi “mata” yang menatap saya. Selain itu, Mbak-mbak Arab petugas visa dan Mas-mas Arab petugas imigrasi di bandara terasa sangat ramah sekali saat melayani kami.

Kebiasaan orang Arab yang tidak kami temui di negara lain adalah adanya kabin khusus keluarga di restoran. Mengingat bahwa mayoritas perempuan Arab bercadar, jadi biasanya restoran menyediakan kabin-kabin meja makan yang tertutup tirai. Sehingga para perempuan Arab bisa makan dengan nyaman. Kami biasanya juga memilih duduk di kabin tertutup ini.

Minggu libur? Tidak di Arab Saudi

Satu hal lagi yang membuat kami masih sering belibet di Saudi ini, yaitu tentang hari kerja. Saya dan Pak Suami akhirnya menemukan strategi dengan membuat istilah “Sunday is Monday” untuk mempermudah kami mengingat hari atau membuat jadwal janji. Mengapa begitu? Ya, karena hari kerja di Saudi dimulai pada hari Minggu. Sedangkan kita biasanya di negara lain memulai hari kerja pada hari Senin. Makanya otak kami seringkali membuat kesalahan saat membuat janji. Istilah “Sunday is Monday” ini lumayan efektif melatih kami.

Khusus untuk Jumat, restoran biasanya buka setelah salat Jumat. Sedangkan hampir semua toko dan mal mulai buka pada jam 4 sore.

Tentang bahasa untuk berkomunikasi, kami tidak terlalu bermasalah karena kami bisa berbahasa Inggris. Staf di compound, restoran, hotel, dan supermarket rata-rata juga orang asing yang berasal dari India, Pakistan, Filipina, dan Nepal. Jadi, biasanya untuk sehari-hari kami berkomunikasi dengan bahasa Inggris.

Lalu bagaimana dengan penyesuaian dengan sesama ekspatriat yang berasal dari berbagai negara? Ini lumayan unik juga sih. Ternyata pengalaman saya mengajarkan bahasa Indonesia kepada orang asing selama sepuluh tahun ditambah tinggal di Brasil belum cukup membuat saya mudah memahami pergaulan internasional. Mengingat bahwa setiap negara punya cara dan kebiasaan yang berbeda-beda dalam menghadapi sebuah situasi. Definisi sopan santun juga berbeda-beda. Ungkapan rasis pun juga berbeda-beda.

Perkumpulan ibu-ibu RT di Arab Saudi

Nah, di compound tempat tinggal kami itu ada grup Whatsapp untuk ibu-ibu. Ini sungguh lucu banget sih. Soalnya waktu kami tinggal di Brasil, tidak ada grup Whatsapp perkumpulan kayak gini. Sama tetangga apartemen saja tidak saling kenal. Lah, ini di Saudi malah ada semacam perkumpulan ibu-ibu RT yang pertemuan tiap bulan dengan judul Morning Coffee.

Saya kasih sedikit bocoran isi grup Whatsapp ini ya. Pada suatu hari, seorang ibu-ibu Amerika komplain di grup Whatsapp kami penghuni compound. Dia mengeluh karena dia menemukan beberapa balon bekas bertebaran di area kolam renang. Mungkin ada keluarga lain yang baru saja mengadakan pesta semalam dan tidak membereskan sampah-sampah itu. Lalu ibu-ibu yang lain juga menimpali tentang kesadaran akan kebersihan. Satu lagi menimpali akan pentingnya tanggung jawab. Dan sebagainya dan sebagainya. Lalu, seorang ibu-ibu India meminta maaf karena dia tidak sempat membereskan lokasi bekas pesta.

Amerika begini, India begitu

“Walah Pak, ini grup Whatsapp kok semacam grup Whatsapp emak-emak komplek di Indonesia. Full komplenan.” Saya ketawa cekikikan sambil menunjukkan grup Whatsapp kepada Pak Suami.

“Itu hanya perbedaan kebiasaan saja kukira.” ujar Pak Suami.

“Maksudnya?”

“Ya, kalau di Amerika itu memang budayanya semua hal harus dikerjakan sendiri. Sementara di India kalau punya pembantu, yang bersih-bersih ya pembantunya. Mungkin saja itu si ibu-ibu India sudah konfirmasi ke staf compound kalau mau membuat pesta. Artinya nanti yang akan bersih-bersih ya tim kebersihan compound.” 

“Owalah, bisa jadi ya.”

Inilah sekilas kehidupan kami sebagai ekspatriat di Arab Saudi. Hidup kami memang baru dimulai, tapi selayaknya petualangan, semua harus dinikmati dan dihadapi. Semoga, petualangan ini berakhir seperti petualangan Bilbo Baggins: penuh cerita, penuh makna.

Penulis: Lia Widyastuti
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Siapa Bilang Ekspatriat di Arab Saudi Bisa Naik Haji dengan Mudah?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 22 Agustus 2023 oleh

Tags: adaptasiArab SaudiBudayaekspatriat
Lia Widyastuti

Lia Widyastuti

Saya adalah seorang guru BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) yang hobi jalan-jalan.

ArtikelTerkait

5 Saran agar Karyawan Cepat Beradaptasi di Kantor Baru Terminal Mojok

5 Saran agar Karyawan Cepat Beradaptasi di Kantor Baru

12 Oktober 2022
kafir

Nonton Drama Korea tidak Termasuk Bagian dari Kafir

10 September 2019
cuaca panas arab saudi waktu terbaik umrah jeddah mekkah mojok.co

Siapa Bilang Ekspatriat di Arab Saudi Bisa Naik Haji dengan Mudah?

20 Juli 2021
cuaca panas arab saudi waktu terbaik umrah jeddah mekkah mojok.co

Paket Data yang Mahal dan Hal-hal Lainnya yang Saya Rasakan Selama Hidup di Jeddah

28 Juni 2020
mukena adalah budaya indonesia bukan islam mojok

Mukena Adalah Budaya Indonesia, Bukan Syariat Islam

11 Januari 2021
argentina messi copa america ronaldo gelar nasional mojok

Akui Saja, Kalian Tak Tega Melihat Argentina Kalah

23 November 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Rencana Pengajuan Utang 100 Miliar ke BPD DIY, "Pinjam 100 Dulu" ala Jogja

Rencana Pengajuan Utang 100 Miliar ke BPD DIY, "Pinjam 100 Dulu" ala Jogja

Meluruskan Stereotipe Terkait Perempuan Sunda yang Katanya Matre, Gemar Dandan, hingga Malas Masak

Meluruskan Stereotipe Terkait Perempuan Sunda yang Katanya Matre, Gemar Dandan, hingga Malas Masak

Warga Ibu Kota, Nggak Perlu Nyinyir kalau Orang Daerah Antre Mie Gacoan Terminal Mojok.co kudus

Jastip Mie Gacoan, Peluang Bisnis yang Menguntungkan. Jelas Cuan, Jelas Menambah Kesabaran!

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Jalanan di Kecamatan Jenangan Ponorogo Rusak Karena Truk ODOL, Membahayakan tapi (Seakan) Diabaikan

Jalanan di Kecamatan Jenangan Ponorogo Rusak Karena Truk ODOL, Membahayakan tapi (Seakan) Diabaikan

11 Juni 2025
Pacitan (Hampir) Bisa Mengalahkan Banyuwangi dan Malang, tapi Kalah Gara-gara Satu Hal Ini

Pacitan (Hampir) Bisa Mengalahkan Banyuwangi dan Malang, tapi Kalah Gara-gara Satu Hal Ini

14 Juni 2025
Sinar Jaya & Juragan 99 Terbaik, Harga KA Eksekutif Makin Gila (Unsplash)

Tiket Kereta Semakin Mencekik, Sleeper Bus Sinar Jaya dan Juragan 99 Menyelamatkan Kewarasan Isi Dompet para Pekerja

11 Juni 2025
Sarapan Sate di Semarang Memang Aneh, tapi Saya Ketagihan (Unsplash)

Sarapan di Semarang Memang Rada Aneh, tapi Sekarang Saya Bisa Menikmati Bahkan Ketagihan

16 Juni 2025
4 Pertanyaan yang Sebaiknya Nggak Ditanyakan kepada Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) karena Bikin Emosi alumni UM

Jadi Alumni UM Itu Enak: Kebanggaannya Tanpa Beban, Biasa Saja, dan Sak Madyane  

12 Juni 2025
Perjalanan Panjang ke Kota Tidore Kepulauan Melelahkan, tapi Begitu Sampai Malah Betah. Hampir Tak Ada Tukang Parkir di Sana

Perjalanan Panjang ke Kota Tidore Kepulauan Melelahkan, tapi Begitu Sampai Malah Betah. Hampir Tak Ada Tukang Parkir di Sana

11 Juni 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=jxGwBYZnCJg

DARI MOJOK

  • Muslihat Penulisan Ulang Sejarah Mei 1998: Memberikan Penghargaan kepada Soeharto dan Menyangkal Bukti Pemerkosaan
  • Setia Temani Pacar dari Gagal CASN hingga Nganggur Lama, Setelah Jadi ASN Malah Ditinggal Bahagia sama Orang Lain
  • Dapat Kelompok KKN “AFK” dan “Nggak Napak Tanah” Itu Seburuk-buruknya Nasib: Merepotkan Teman dan Warga Cuma Demi Nilai A
  • Nopek Novian: Godfather Konten Kampung yang Panen Dolar
  • Merelakan Kuliah S3 usai Lolos CASN adalah Pilihan Realistis di Tengah Kondisi Negeri yang Semrawut, meski Penempatan Tak Sesuai Harapan
  • Ditolak Kampus PTN, Kini Malah Menciptakan Ide Bisnis Menjanjikan: Modal Iseng, Bisa Kantongi Rp50 Juta Pertama di Usia 20

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

OSZAR »