Memahami Konklaf, Proses Rahasia Pemilihan Paus yang Sakral dan Penuh Mitos

Memahami Konklaf, Proses Rahasia Pemilihan Paus yang Sakral dan Penuh Mitos

Memahami Konklaf, Proses Rahasia Pemilihan Paus yang Sakral dan Penuh Mitos

Konklaf adalah perlawanan para kardinal dari pengaruh penguasa sekuler. Memastikan proses pemilihan dilakukan secara mandiri berdasar kapasitas dan kepentingan Gereja

Kapel Sistina tidak seperti biasanya. Hari ini, barisan meja panjang dan kursi merah memenuhi sisi kiri dan kanan. Kapel yang biasanya penuh wisatawan kini dipenuhi pria berjubah putih merah. Suasana begitu sakral dengan nyanyian gregorian.

Terdengar teriakan, “extra omnes!” Pintu besar itu terkunci, mengurung ratusan pria tua tadi dalam ruangan. Konklaf telah dimulai!

Ribuan umat Katolik dari seluruh dunia berkumpul di pelataran Basilika Santo Petrus. Hening dan menengadah. Mata mereka terpaku pada sebuah cerobong asap. Kamera 4K mahal ikut menyorot cerobong asap tua itu. Gereja Katolik menanti. Berjam-jam, berhari-hari, berbulan-bulan.

Asap hitam, takhta suci masih kosong. Asap putih, Paus telah terpilih. Hanya itu yang bisa diketahui dari proses serba rahasia. Umat tidak bisa merangsek mengintip apa yang terjadi di bawah fresco “Allah menciptakan Adam,” karya Michelangelo.

Inilah proses Konklaf yang sama selama 750 tahun. Sebuah proses elektoral yang menentukan Vikaris Kristus di dunia. Namun proses Konklaf sering disalahpahami. Terutama akibat banyaknya film yang menyorot proses ini. Hari ini, Anda akan belajar apa itu Konklaf yang sejati.

Sejarah pemilihan dengan kunci

Conclave atau Konklaf hadir bukan hanya karena tradisi. Namun juga karena pentingnya posisi Paus. Bagaimanapun, Paus adalah wakil Tuhan. Posisinya tidak hanya mengatur jalannya umat, tapi juga politik sekuler. Tidak heran jika banyak penguasa kebelet ikut menentukan siapa Paus selanjutnya.

Sejarah Konklaf dimulai dari kemarahan umat. Proses pemilihan pasca meninggalnya Paus Klemens IV pada 1268 menghasilkan jalan buntu berkepanjangan. Patut diingat, pada masa ini tidak ada dewan khusus yang memilih Paus. Suara masyarakat dan pemimpin sekuler masih diperhitungkan.

Pada akhir 1269, para umat sudah habis kesabaran. Bersama pihak berwenang, mereka mengunci para kardinal di Istana Kepausan Viterbo. Ketika desakan mereka tidak membuahkan hasil, umat mengurangi jatah makan para kardinal. Masih belum cukup, mereka membongkar atap istana agar para kardinal tidak betah. Akhirnya para kardinal berkompromi dan membuat dewan kardinal.

Tapi Paus baru tidak terpilih sampai 1271, ketika Paus Gregorius X terpilih. Proses selama 3 tahun ini meninggalkan trauma dan jadi katalisator reformasi pemilihan Paus. Ahirnya, Paus Gregorius X menerbitkan bulla kepausan (surat keputusan resmi) berjudul Ubi periculum (Di mana bahaya lebih  besar mengancam).

Isi bulla kepausan ini adalah kodifikasi dan pelembagaan prosedur pemilihan Paus. Taktik umat di Viterbo menjadi inspirasi utama. Termasuk penyebutan Konklaf yang artinya “dengan kunci.”

Tapi proses Konklaf belum benar-benar ditetapkan sampai 1298. Paus Bonifasius VIII akhirnya memasukkan Ubi periculum ke dalam hukum Kanon Gereja Katolik. Menetapkan proses pemilihan dalam isolasi ini sebagai aturan baku. Meskipun sepanjang sejarah terus mengalami penyesuaian.

Salah satunya perkara penguncian para kardinal. Mitos yang selama ini dipercaya adalah para kardinal dikunci total selama Konklaf. Padahal, penguncian ini hanya saat mereka melakukan proses pemilihan. Ketika proses berakhir, mereka akan kembali ke Domus Sancta Marthae untuk istirahat.

Konklaf di antara bisikan Tuhan dan politik

Kunci utama dari pemilihan “dengan kunci” ini adalah kerahasiaan. Konklaf lahir tidak hanya sebagai dampak insiden Viterbo. Ia adalah respon historis pada sejarah irisan Gereja dengan politik sekuler. Hadirnya faksi politik yang memengaruhi pemilihan Paus menuntut proses yang lebih eksklusif dan rahasia.

Konklaf adalah perlawanan para kardinal dari pengaruh penguasa sekuler. Memastikan proses pemilihan dilakukan secara mandiri berdasar kapasitas dan kepentingan Gereja. Paus terpilih bukan lagi berdasar kemauan penguasa, tapi keputusan para kardinal. Dewan Kardinal yang nantinya akan berdiskusi dan berdialektis tentang situasi dan kebutuhan Gereja.

Dalam dimensi teologis, Konklaf juga memastikan “suara Tuhan” terdengar. Karena proses ini bukan urusan administratif, tapi peristiwa spiritual yang dibimbing oleh Roh Kudus. Meminimalisir gangguan dan informasi duniawi memastikan Paus terpilih terbebas dari pengaruh sekuler.

Universi Dominici Gregis (UDG) menjadi panduan utama Konklaf hari ini. Di dalamnya menekankan sumpah kerahasiaan mutlak, isolasi fisik, dan larangan komunikasi total ketika berada di area Konklaf. Dengan kemajuan teknologi, langkah keamanan modern juga ditetapkan. Termasuk pemblokiran sinyal dan pelacak perangkat sinyal nirkabel.

Mungkin terlihat berlebihan untuk mereka di luar Gereja Katolik. Namun posisi Paus, bagaimanapun ia telah direduksi pengaruhnya, tetap berperan besar di berbagai lini. Jabatan selaku Vikaris Kristus adalah tanggung jawab besar. Maka pemilihan Paus tidak bisa dilakukan serampangan.

Asap putih dan “habemus papam”, final dari konklaf

Segala proses tadi terjadi di dalam Kapel Sistine. Di luar sana, para umat Katolik menanti. Banyak yang berharap Paus terpilih berasal dari negaranya. Namun satu yang pasti, mereka menanti orang terbaik untuk memimpin Gereja Katolik.

Siapapun bisa dipilih dalam Konklaf. Syarat dalam UDG tidak terlalu spesifik. Yang penting laki-laki dan dibaptis Katolik. Namun dalam praktiknya, orang tersebut harus sudah ditahbiskan sebelum menjabat.

Tapi Paus yang terpilih dari luar Dewan Kardinal sangat jarang terjadi. Alasannya sederhana: Dewan Kardinal lebih mudah memilih orang yang mereka kenal dan terekam jejak hidupnya. Proses pengangkatan di luar Dewan Kardinal juga lebih rumit.

Syarat terpilihnya seseorang menjadi Paus adalah mengantongi 2/3 suara. Jumlah yang signifikan ketika dibandingkan dengan pemilihan pemimpin sekuler. Ketetapan ini tidak bisa ditawar, apalagi setelah ditetapkan Paus Benediktus XVI dalam dekrit Motu Proprio.

Proses pemilihan masih sangat tradisional. Secara umum, film Conclave sudah cukup menggambarkan proses dengan akurat. Termasuk momen pembakaran surat suara sebagai pesan terhadap dunia luar. Asap hitam berarti belum ada yang terpilih. Asap putih berarti sudah ada orang yang terpilih sebagai Paus.

Orang yang terpilih akan ditanyai, “Acceptasne electionem de te canonice factam in Summum Pontificem?” (“Apakah Anda menerima pemilihan kanonik Anda sebagai Paus Tertinggi?”) Ketika orang itu menjawab “Accepto” (saya menerima), maka Paus terpilih akan menentukan nama kepausan. Pemilihan nama ini sangat simbolis, dari penghormatan dan menandakan program kepausan.

Orang yang terpilih akan diminta mengganti pakaiannya menjadi jubah kepausan. Tempat ganti baju ini juga istimewa, dikenal sebagai Camera Lacrimatoria. Ruang air mata ini menjadi saksi Paus terpilih meneteskan air mata. Baik karena terharu atau membayangkan beban berat yang kini dipikul.

Asap putih tadi akan disambut sorak sorai umat. Mereka menanti sebuah teriakan penting: Habemus Papam!

Menanti gembala baru

Pandangan umat kini tertuju pada balkon Basilika Santo Petrus. Kardinal Lektor, pemimpin proses Konklaf, akan tampil lebih dahulu. Beliau akan mengumumkan siapa Paus terpilih dalam kalimat Latin yang sama selama 750 tahun.

“Annuntio vobis gaudium magnum; Habemus Papam!” (Saya umumkan kepada Anda sukacita besar; Kita memiliki seorang Paus!) Kemudian dilanjutkan dengan mengumumkan nama lahir, keluarga, serta nama kepausan yang dipilih.

Akhirnya Paus terpilih tampil. Disambut gegap gempita yang juga sama selama 750 tahun. Paus terpilih akan menyampaikan salam singkat. Lalu akan memberikan Berkat Apostolik perdana, Urbi et Orbi. Sebuah berkat istimewa yang eksklusif pada hari Natal, Paskah, dan saat terpilih.

Momen inilah yang saat ini dinanti. Paus Fransiskus sudah berpulang. Namun takhta suci tidak ikut wafat. Umat Katolik menanti siapa sosok yang dipilih Tuhan melalui tangan para kardinal. Sosok yang akan menjadi gembala umat untuk tetap tegak lurus pada ajaran Yesus. Sosok yang nantinya diumumkan dengan asap putih dan teriakan, “Habemus Papam!”

Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Review Film Conclave, “Menelanjangi” Vatikan di Momen Sakral

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version
OSZAR »