Kabupaten Nganjuk mungkin bukan destinasi utama wisatawan. Bukan juga kota yang sering jadi perbincangan anak-anak muda urban.
Tapi, bagi orang-orang yang lahir dan besar di sini, Nganjuk adalah rumah yang menawarkan ketenangan. Adem, ayem, dan nyaman. Itulah 3 kata yang sering saya temukan ketika sedang membicarakan kabupaten ini. Tapi jangan salah, di balik adem-ayem itu, kadang juga muncul rasa bosan yang nggak bisa dihindari.
Nganjuk dan segala ketengilannya
Secara geografis, Nganjuk terletak di tengah-tengah Jawa Timur, berbatasan dengan Madiun, Kediri, dan Jombang. Kabupaten ini punya julukan “Kota Angin” karena hembusan angin yang konon katanya cukup kencang, terutama di daerah perbukitan seperti Sawahan.
Nganjuk juga punya beragam wajah. Di pusat kotanya, kita bisa melihat geliat ekonomi yang mulai menggeliat, dengan pertokoan, warung kopi, hingga kedai makanan kekinian. Tapi begitu keluar dari area kota, suasananya langsung berubah. Persawahan, rumah-rumah yang berjauhan, dan jalanan yang sunyi jadi pemandangan sehari-hari.
Adem dan ayem, bikin orang betah
Bagi sebagian besar warganya, Nganjuk adalah tempat yang cocok untuk membesarkan anak dan menua dengan damai. Hidup di sini nggak ribet. Harga-harga relatif murah. Makanan enak gampang dicari.
Jarak ke mana-mana nggak sejauh Jakarta atau Surabaya. Bahkan, kemacetan adalah sesuatu yang jarang terjadi, kecuali pas pasar tumpah atau ada hajatan di jalan.
Kehidupan sosial di Nganjuk juga cukup erat. Tetangga masih saling kenal, bahkan kadang tahu detail kehidupan satu sama lain (entah itu berkah atau kutukan). Kalau ada yang sakit, meninggal, atau punya hajat, satu RT bisa ikut bantu. Ada sisi kekeluargaan yang kuat, yang mungkin sudah mulai hilang di kota-kota besar.
Baca halaman selanjutnya: Nyaman, tapi Nganjuk bisa bikin bosan.