Ada satu spesies unik di kampus yang selalu merasa jadi penyelamat dunia mahasiswa organisasi. Mereka jalan cepat seolah dikejar deadline negara padahal cuma rapat panitia pensi. Sibuk bikin polling siapa yang paling layak jadi ketua himpunan, padahal satu fakultas aja nggak ada yang peduli siapa yang menang. Mereka pakai rompi kebesaran organisasi kayak lencana pahlawan, padahal kerjaannya copy paste dari acara tahun lalu.
Mahasiswa yang nggak ikut organisasi sering dianggap kurang bergaul, kurang berkembang, kurang berkontribusi. Padahal kenyataannya, kalau ikut pun, seringnya cuma nambah drama, bukan nambah ilmu. Coba tanya ke mereka yang udah setahun jadi pengurus. Apa yang mereka pelajari selain cara mengatur konsumsi dan pura-pura senyum ke dosen pembina. Bahkan cara mengelola waktu aja banyak yang masih keteteran, tapi tetap bangga bisa ikut rapat sampai jam dua pagi buat bahas banner yang belum jadi.
Lucunya mereka sering bilang organisasi itu tempat tumbuh padahal yang tumbuh cuma ego dan rasa penting diri sendiri. Mereka jadi alergi kritik gampang tersinggung kalau dibilang pencitraan. Mereka selalu pasang wajah serius waktu bahas isu nasional tapi waktu disuruh ngurus proposal acara malah ngilang kayak setan maghrib. Bilang berjuang untuk mahasiswa tapi isi perjuangannya nggak jauh-jauh dari ngejar sertifikat buat bahan lamaran kerja.
Nggak ikut organisasi kampus itu bukan dosa besar
Banyak juga yang ngotot ngajak orang ikut organisasi seolah yang nggak ikut itu dosa besar. Dibilangnya kurang pengalaman, padahal kadang yang nggak ikut itu justru udah muak ngeliat pola basi yang diulang terus. Rapat panjang nggak efektif. Acara nggak jelas tujuannya. Poster dibikin heboh, tapi pesertanya temen sendiri yang dipaksa daftar. Dan jangan lupa. Laporan pertanggungjawaban yang dibuat dengan penuh kebohongan demi pencairan dana yang nggak jelas habis ke mana
Organisasi kampus itu kadang lebih mirip komunitas kecil yang saling angkat teman dan tendang orang asing. Naik jabatan bukan karena kerja tapi karena deket sama senior. Dapat kepercayaan bukan karena bisa tapi karena sering nongkrong. Yang rajin tapi nggak punya koneksi, ya siap-siap jadi tukang bawa kursi tiap acara.
Dan anehnya sistem ini tetap berjalan seolah semua baik-baik saja. Yang berisik disuruh bersyukur. Yang diam dianggap nggak peduli. Padahal mungkin mereka diam karena udah terlalu kenyang melihat kebodohan kolektif yang dibungkus kata-kata indah.
Organisasi kampus itu bisa jadi bagus kalau isinya orang-orang jujur. Tapi sekarang banyak yang lebih peduli sama nama di struktur daripada kontribusi nyata. Lebih sibuk update instastory rapat daripada ngobrol langsung sama teman sekelas yang lagi kesulitan.
Ngaca dulu, coba
Jadi kalau ada mahasiswa yang bilang ogah ikut BEM atau HMPS tolong jangan sok suci. Mungkin mereka cuma nggak mau ikut mainan pura-pura serius yang cuma bikin capek fisik dan mental. Mereka nggak butuh rompi atau jabatan. Mereka butuh ruang yang jujur tempat belajar yang waras dan teman diskusi yang nggak sibuk main politik receh demi naik jabatan internal.
Dan kalau organisasi masih terus begitu, jangan heran kalau makin lama makin banyak mahasiswa yang bilang mending saya kuliah pulang tidur, daripada pura-pura peduli di ruang rapat yang isinya cuma basa-basi dan kopi gratis. Sebab, tidak semua orang mau sibuk berpura-pura dan pura-pura sibuk.
Penulis: Rendi
Editor: Rizky Prasetya
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.