ADVERTISEMENT
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus

Kebijakan Wisuda Tiap Bulan Adalah Niat Baik yang Efeknya Jelas Nggak Baik

Nurul Fauziah oleh Nurul Fauziah
5 September 2023
A A
4 Perbedaan Wisuda di Jepang dan Indonesia Terminal Mojok

4 Perbedaan Wisuda di Jepang dan Indonesia (Unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Prosesi wisuda itu sakral. Apa pun pandanganmu terhadap dunia pendidikan, kapitalis atau tidak, tetaplah tidak mengurangi euforia dan magisnya wisuda. Maka dari itu, prosesi ini kerap jadi tujuan akhir para mahasiswa.

Dan itu terlihat dari kebijakan kampus yang biasanya hanya mengadakan wisuda beberapa kali dalam setahun. Ada yang dua kali, ada yang tiga, kadang empat.

Tapi, bagaimana kalau tiap bulan ada wisuda? Apakah masih sakral, atau justru lebih baik karena efisiensi? Biarkan saya cerita sedikit.

Banyak orang di sekitar saya sering mengagumi kampus tempat saya kuliah. Mereka berkomentar, “Enak ya, kuliah di kampus kamu. Bisa wisuda setiap bulan. Jadi bisa pilih bulan apa mau diwisuda.”.

Sekilas, betul. Sekali lagi, sekilas. Kenyataannya, sistem wisuda setiap bulan ini justru membawa dampak yang tidak selalu positif

Kalian perlu tahu mengapa wisuda setiap bulan, yang pada awalnya terlihat seperti niat baik, dapat berujung buruk bagi mahasiswa maupun administrasi kampus.

Daftar Isi

  • Berlomba-lomba menunda kelulusan
  • Saling sikut, saling berebut
  • Wisuda tak jarang jadi “beban kota”

Berlomba-lomba menunda kelulusan

Salah satu konsekuensi negatif dari adanya sistem wisuda setiap bulan adalah banyak mahasiswa yang menunda kelulusan mereka. Mereka berpikir, “Mengapa harus buru-buru jika saya bisa melakukannya kapan saja?” Hasilnya, ada mahasiswa yang seharusnya bisa diwisuda dua bulan lalu, tetapi mereka memilih untuk menunggu hingga bulan akhir.

Akibatnya, ini menciptakan penumpukan jumlah mahasiswa yang ingin diwisuda pada bulan yang sama.

Oke, argumen penumpukan ini memang bisa dipakai untuk kampus yang hanya mengadakan acara kelulusan beberapa kali dalam setahun. Tapi itu juga akan saya bahas nanti. Kita fokus ke pihak yang jelas kena beban berlipat saat wisuda diadakan begitu sering: admin dan petugas subbag pendidikan.

Admin akademik yang harus mengelola sistem ini juga merasakan dampaknya. Mereka sering kali jadi sosok yang galak dan semakin galak saat mendekati waktu-waktu wisuda. Ini karena admin akademik dipusingkan dengan permasalahan yang hampir sama di setiap bulan. Mereka harus mengurus persyaratan, jadwal, dan administrasi terkait wisuda secara berulang-ulang.

Memang bebannya jauh jadi lebih banyak saat prosesi wisuda hanya diadakan, katakanlah, 3 kali setahun. Tapi itu jauh lebih mendingan karena mereka bisa menyiapkan berkas tanpa harus terburu-buru. Mahasiswa bisa mengurus kapan saja, dan tanpa diburu waktu.

Saling sikut, saling berebut

Masalahnya, ada aspek yang bikin wisudan bulanan ini menyebalkan. Salah satu aspek yang paling mengganggu dari sistem ini adalah proses pendaftaran wisuda yang sering disebut “war.” Dalam hal ini, “war” merujuk pada persaingan untuk mendapatkan tempat dalam daftar wisudawan. Pendaftaran wisuda di kampus saya memiliki sistem war, sehingga tidak ada kuota yang jelas mengenai jumlah wisudawan setiap fakultas atau program studi.

Padahal, ada alasan kuat mengapa setiap orang perlu untuk wisuda sesegera mungkin. Wisuda adalah momen penting dalam kehidupan mahasiswa yang menandai selesainya perjalanan akademik mereka dan mendapatkan ijazah beserta transkrip nilai. Namun, dengan sistem war yang tidak efisien, banyak mahasiswa yang terpaksa menunda kelulusan mereka, bahkan jika mereka sudah memenuhi semua persyaratan.

Hal yang paling menjengkelkan dari proses war ini adalah ketika web pendaftaran sering mengalami error. Sama seperti war KRS saat mendaftar mata kuliah, proses war wisuda ini bisa sangat membuat frustrasi. Admin prodi harus mendaftarkan seluruh mahasiswa yang ingin mengikuti wisuda. Tetapi karena web yang sering error, hanya sedikit mahasiswa yang berhasil masuk ke dalam sistem.

Sebagai contoh, prodi saya mengalami situasi yang cukup kacau. Admin prodi hanya berhasil memasukkan tiga nama mahasiswa dari jumlah kurang lebih dua puluh orang mahasiswa yang mendaftar wisuda. Ini berarti bahwa tujuh belas mahasiswa lainnya harus menunggu bulan berikutnya atau bahkan lebih lama lagi.

Wisuda tak jarang jadi “beban kota”

Sekarang kita bahas perkara penumpukan yang juga dialami kampus lain yang mengadakan acara kelulusan hanya beberapa kali setahun. Sebelumnya, kita harus mencoba menerka dulu, kenapa mereka hanya mengadakan beberapa kali.

Pertama, yang jelas, agar acara ini tidak jadi agenda yang memberatkan di tiap bulannya. Yang kedua, dan ini kerap luput dari pandangan orang-orang, adalah kemacetan di kota akibat konsentrasi manusia yang bertumpuk di satu titik.

Ambil contoh, UNY. GOR UNY, tempat wisuda biasa dilaksanakan, itu berada di salah satu titik paling ramai di Jogja. Jalan Gejayan, daerah Samirono, daerah UGM, Klebengan, seketika macet parah. Apakah kemacetan berlangsung hanya saat wisuda? Oh, tentu saja tidak.

Banyak keluarga mahasiswa yang mungkin baru bisa menyambangi Jogja pada saat anak/kerabatnya wisuda. Mereka mungkin akan bertahan barang beberapa hari untuk menghabiskan waktu berlibur di Jogja. Setidaknya, Jogja jadi jauh lebih padat sekitar tiga hari. Itu bagus untuk perputaran uang, tapi kepadatan ini juga jadi “beban” yang perlu dipertimbangkan.

Bayangkan kalau itu terjadi tiap bulan. Bayangkan semacet apa kota-kota jika wisuda diadakan tiap bulan. Efek ini nggak mengada-ada, dunia nyata memang sekompleks itu.

Meskipun sistem wisuda setiap bulan mungkin terlihat sebagai niat baik yang memberikan fleksibilitas kepada mahasiswa, dampaknya bisa berujung buruk. Banyak mahasiswa yang menunda wisuda, membebani admin akademik, dan menghadapi ketidakpastian dalam proses pendaftaran wisuda.

Efek domino harus dipertimbangkan baik-baik. Niat baik, tak lantas berujung baik. Malah, kerapnya bikin kita kecewa.

Penulis: Nurul Fauziah
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Wisuda Hanya Sebuah Seremoni, Rayakan Secukupnya Tak Perlu Berlebihan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 5 September 2023 oleh

Tags: acaraadmin prodikebijakanKemacetanwisuda
Nurul Fauziah

Nurul Fauziah

Anak rumahan yang suka dengan isu sosial.

ArtikelTerkait

Wajib Nyumbang Buku sebagai Syarat Kelulusan Itu Perampokan, Bukan Usaha Mencerdaskan!

Wajib Nyumbang Buku sebagai Syarat Kelulusan Itu Perampokan, Bukan Usaha Mencerdaskan!

25 Juli 2023
Kemacetan Jakarta Semakin Memuakkan dan Mirisnya Itu di Luar Kontrol Kita macet

Bawa Kendaraan Pribadi tapi Ngeluh Macet Itu kok Agak Gimana Gitu ya

10 Juli 2023
Kota Bandung yang Semakin Terasa Asing (Unsplash)

Ironi Kota Bandung: Ibu Kota Provinsi yang Nggak Punya Sistem Transportasi Publik yang Proper

27 Juli 2023
Persimpangan Stadion Kridosono: Persimpangan Paling Ruwet di Jogja

Persimpangan Stadion Kridosono: Persimpangan Paling Ruwet di Jogja

31 Oktober 2022
Sultan Minta Atraksi Malioboro Dihentikan Demi Cegah Kerumunan di Tengah Lonjakan Covid-19

Sultan Minta Atraksi Malioboro Dihentikan Demi Cegah Kerumunan di Tengah Lonjakan Covid-19

24 Februari 2022
Proyek Jalan Tol Puncak Bukan dan Tak Akan Jadi Solusi Kemacetan yang Selama Ini Menghantui

Proyek Jalan Tol Puncak Bukan dan Tak Akan Jadi Solusi Kemacetan yang Selama Ini Menghantui

28 Juli 2023
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Gultik Blok M Saksi Bisu Ingar-bingar Kehidupan Jakarta Selatan (Unsplash)

Gultik Blok M: Saksi Bisu Pergaulan Anak Muda, Perkembangan Musisi, dan Kehidupan Orang di Jakarta Selatan

Pembangunan UNNES yang Bikin Pusing: Hancurnya Lapangan FISIP karena Beralih Fungsi Jadi Parkiran

Pembangunan UNNES yang Bikin Pusing: Hancurnya Lapangan FISIP karena Beralih Fungsi Jadi Parkiran

Culture Shock Orang Jogja Saat Merantau ke Surabaya

Culture Shock Orang Jogja Saat Merantau ke Surabaya: Salah Saya Apa kok Dipisuhi Cak Cuk Terus?

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Pengalaman Ditolong Saat Motor Mogok dan Nggak Punya Uang Menyadarkan Saya Jogja Masih Berhati Nyaman Mojok.co

Pengalaman Ditolong Saat Motor Mogok dan Nggak Punya Uang Menyadarkan Saya Jogja Masih Berhati Nyaman

19 Mei 2025
Malang Terasa Lebih Nyaman Saat Saya Masih Jadi Mahasiswa daripada Jadi Wisatawan

Malang Terasa Lebih Nyaman Saat Saya Masih Jadi Mahasiswa daripada Jadi Wisatawan

18 Mei 2025
Bus Parikesit Malang Konsisten Butut dan Menyiksa Penumpang, tapi Tetap Jadi Andalan Mojok.co

Bus Parikesit Malang Konsisten Butut dan Menyiksa Penumpang, tapi Tetap Jadi Andalan

20 Mei 2025
5 Kesalahan yang Saya Lakukan Saat Liburan ke Labuan Bajo, Saya Tulis agar Kalian Nggak Melakukan Hal Sama

5 Kesalahan yang Saya Lakukan Saat Liburan ke Labuan Bajo, Saya Tulis agar Kalian Nggak Melakukan Hal Sama

19 Mei 2025
Jurusan Agroteknologi Terbentuk dari Sederet Kesalahapahaman yang Perlu Diluruskan Mojok.co

Jurusan Agroteknologi Terbentuk dari Sederet Kesalahapahaman yang Perlu Diluruskan

21 Mei 2025
Ironi Kabupaten Blora: Menerima Mie Gacoan dengan Tangan Terbuka, tapi Mati-matian Menolak UNY, Lebih Penting Hiburan ketimbang Pendidikan!

Ironi Kabupaten Blora: Menerima Mie Gacoan dengan Tangan Terbuka, tapi Mati-matian Menolak UNY, Lebih Penting Hiburan ketimbang Pendidikan!

18 Mei 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=Zbmdu5T4vVo

DARI MOJOK

  • Tinggal di Kos Dekat UPN Jogja: Murah tapi Mewah, Harga Rp450 Ribu tapi Fasilitas bikin Iri Penghuni Kos Rp700 Ribu
  • Siswa “Terpintar” SMA Sombong Bakal Lolos Mudah ke PTN, Berakhir Kuliah di Kampus Tak Terkenal setelah Dua Tahun Gagal UTBK
  • Butuh Gaji Rp15 Juta untuk Hidup Nyaman di Jakarta, Perantau yang Miskin Kudu Rela Tinggal Bersama Kecoa-Tikus dan Melahap Makanan Sisa
  • Perkara Transportasi Wisata, Jogja Sangat Tidak Kreatif dan Perlu Belajar dari Cara Surabaya Mengelola Trans Jatim Bus Jaka Tingkir
  • Terkucilkan dari Acara Kelulusan Sekolah karena Nunggak SPP, Lemah Ekonomi Jadi Objek Diskriminasi
  • Pamulang, Kecamatan Terpadat di Tangerang Selatan yang Tak Ramah Pekerja, Gaji Perantau Habis buat Hidupi Preman

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

OSZAR »